Sabtu, 16 Maret 2013

esai



Cita - Cita dan Janji
Novel “ Di Bawah Lindungan Ka’bah” menampilkan berbagai problem diantara tokoh. Kisah cinta yang islami dan penuh perjuangan di antara tokoh membuat novel ini semakin menarik. Hamkah berhasil membuat pembaca tercengang dan  tidak mampu untuk menahan air mata. Hamid dan Zaenab merupakan gambaran pemuda zaman dahulu yang saling menyukai dan mempunyai cita-cita mulia.
Suatu hari Hamid dan Zaenab pergi ke tepi pantai. Di sana mereka bercanda ria layaknya anak kecil : kejar-kejaran, bermain air dan lain-lain. Hamid mengatakan pada Zaenab kalau ia memiliki cita-cita untuk pergi ke tanah suci. Kemudian Zaenab mengutarakan keinginannya untuk bisa pergi dari desa tersebut dan menikah dengan orang yang mencintai dan dicintainya. Zaenab ingin Hamid berjanji untuk mendoakan keinginannya jika Ia sampai di tanah suci.
Bulan demi bulan terlewati, hari demi hari berganti layaknya daun berguguran. Suatu waktu ketika Hamid bekerja dengan orang belanda cita-cita yang selama ini ia inginkan dapat tewujud. Maka iapun berangkat menuju tanah suci. Pada waktu Ia melaksanakan Tawaf, Ia bertemu dengan sahabatnya yang kemudian ia menyampaikan surat dari Zaenab yang isinya menanyai hamid apakah masih ingat dengan janjinya? Yang akan mendoakan keinginannya?
Sekejap setelah membaca surat itu Hamid langsung berdiri dan berlari menerobos ribuan orang yang sedang melaksanakan Tawaf. Ia berdoa dibawah hajar Aswad. Namun di tempat yang jauh, zaenab sedang menghadapi sakaratul maut. Yang akhirnya Hamid dan Zaenab meninggal di tempat yang berbeda dengan cita-cita Zaenab yang belum tercapai.
Cita-cita merupakan suatu hal yang sulit untuk dicapai dan terwujud. Tanpa usaha dan doa cita-cita sulit diraih. Walaupun sudah ada usaha namun hanya main-main maka cita-cita hanyalah hayalan semata. Sedangkan janji, suatu perbuatan yang sulit untuk ditepati kalau tidak benar-benar ada niat yang tulus untuk memepati janji itu. Cita-cita dan janji bila digabungkan merupakan sesuatu yang bisa dikatakan sulit. Apalagi pada zaman yang serba mesin ini dan serba “MONEY”. Segalanya dapat dibeli dengan uang. Kita hanya perlu menyediakan uang dan duduk manis maka semuany akan selesai dengan sendirinya.
Misalnya jika seseorang bercita-cita menjadi karyawan pada sebuah perusahaan maka ia menyediakan uang kepada bagian HRD agar ia dapat diterima pada perusahaan tersebut. Kamu hanya menyediakan berkas-berkas yang dibutuhkan layaknya pelamar yang lain namun tanpa melalui proses seleksi seperti wawancara, kamu dapat diterima. Jadi cita-cita didapat tidak dengan kerja keras dan doa. Namun hanya perlu uang yang banyak dan duduk nikmati hasil yang didapat.
Janji kata yang sering terucap oleh mulut manis kaum pemuda. Tidak hanya janji pada sang kekasih namun pada teman, orng tua maupun yang lainnya. Janji memang mudah terlontarkan dari mulut. Namun untuk menepati janji tersebut sangatlah susah. Kita bisa temulkan kenyataan bahwa pemuda sekarang lebih suka bermulut manis dengan lawan jenisnya. Hal itu dilakukan untuk mendapatkan perhatian dari si lawan jenis. Namun itu hanyalah suatu ucapan yang dibuat bukan untuk ditepati. Jika dibandingkan dengan pemuda zaman dulu, ucapan untuk sebuah janji harus ditepati walaupun awalnya hanya main-main saja dan sulit untuk ditepati. Layaknya Zaenab dan Hamid. Keinginan Zaenab yang mungkin mustahil namun karena janji Hamid untuk mendoakannya maka ia laksanakan walaupun banyak rintangan dan kondisi yang tidak memungkinkan.
Sulit pada zaman teknologi sekarang menemukan orang yang mau menepati janji. kebanyakan dari kita mengatakan kalau peraturan dibuat untuk dilanggar. Seperti halnya sebuah janji, dibuat untuk tidak ditepati. Pandangan dan pikiran seperti inilah yang membedakan kehidupan pada zaman dahulu denagn zaman teknologi ini. Walaupun masyarakatnya masih tradisional namun watak dan perilakunya sangat luhur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar