Cita
- Cita dan Janji
Novel “ Di Bawah Lindungan Ka’bah” menampilkan berbagai
problem diantara tokoh. Kisah cinta yang islami dan penuh perjuangan di antara
tokoh membuat novel ini semakin menarik. Hamkah berhasil membuat pembaca
tercengang dan tidak mampu untuk menahan
air mata. Hamid dan Zaenab merupakan gambaran pemuda zaman dahulu yang saling
menyukai dan mempunyai cita-cita mulia.
Suatu hari Hamid dan Zaenab pergi ke tepi pantai. Di sana mereka bercanda
ria layaknya anak kecil : kejar-kejaran, bermain air dan lain-lain. Hamid
mengatakan pada Zaenab kalau ia memiliki cita-cita untuk pergi ke tanah suci.
Kemudian Zaenab mengutarakan keinginannya untuk bisa pergi dari desa tersebut
dan menikah dengan orang yang mencintai dan dicintainya. Zaenab ingin Hamid
berjanji untuk mendoakan keinginannya jika Ia sampai di tanah suci.
Bulan demi bulan terlewati, hari demi hari berganti layaknya daun
berguguran. Suatu waktu ketika Hamid bekerja dengan orang belanda cita-cita
yang selama ini ia inginkan dapat tewujud. Maka iapun berangkat menuju tanah
suci. Pada waktu Ia melaksanakan Tawaf, Ia bertemu dengan sahabatnya yang
kemudian ia menyampaikan surat dari Zaenab yang isinya menanyai hamid apakah
masih ingat dengan janjinya? Yang akan mendoakan keinginannya?
Sekejap setelah membaca surat itu Hamid langsung berdiri dan berlari
menerobos ribuan orang yang sedang melaksanakan Tawaf. Ia berdoa dibawah hajar
Aswad. Namun di tempat yang jauh, zaenab sedang menghadapi sakaratul maut. Yang
akhirnya Hamid dan Zaenab meninggal di tempat yang berbeda dengan cita-cita Zaenab
yang belum tercapai.
Cita-cita merupakan suatu hal yang sulit untuk dicapai dan terwujud.
Tanpa usaha dan doa cita-cita sulit diraih. Walaupun sudah ada usaha namun
hanya main-main maka cita-cita hanyalah hayalan semata. Sedangkan janji, suatu
perbuatan yang sulit untuk ditepati kalau tidak benar-benar ada niat yang tulus
untuk memepati janji itu. Cita-cita dan janji bila digabungkan merupakan
sesuatu yang bisa dikatakan sulit. Apalagi pada zaman yang serba mesin ini dan
serba “MONEY”. Segalanya dapat dibeli dengan uang. Kita hanya perlu menyediakan
uang dan duduk manis maka semuany akan selesai dengan sendirinya.
Misalnya jika seseorang bercita-cita menjadi karyawan pada sebuah
perusahaan maka ia menyediakan uang kepada bagian HRD agar ia dapat diterima
pada perusahaan tersebut. Kamu hanya menyediakan berkas-berkas yang dibutuhkan
layaknya pelamar yang lain namun tanpa melalui proses seleksi seperti
wawancara, kamu dapat diterima. Jadi cita-cita didapat tidak dengan kerja keras
dan doa. Namun hanya perlu uang yang banyak dan duduk nikmati hasil yang
didapat.
Janji kata yang sering terucap oleh mulut manis kaum pemuda. Tidak hanya
janji pada sang kekasih namun pada teman, orng tua maupun yang lainnya. Janji
memang mudah terlontarkan dari mulut. Namun untuk menepati janji tersebut
sangatlah susah. Kita bisa temulkan kenyataan bahwa pemuda sekarang lebih suka
bermulut manis dengan lawan jenisnya. Hal itu dilakukan untuk mendapatkan
perhatian dari si lawan jenis. Namun itu hanyalah suatu ucapan yang dibuat
bukan untuk ditepati. Jika dibandingkan dengan pemuda zaman dulu, ucapan untuk
sebuah janji harus ditepati walaupun awalnya hanya main-main saja dan sulit
untuk ditepati. Layaknya Zaenab dan Hamid. Keinginan Zaenab yang mungkin
mustahil namun karena janji Hamid untuk mendoakannya maka ia laksanakan
walaupun banyak rintangan dan kondisi yang tidak memungkinkan.
Sulit pada zaman teknologi sekarang menemukan orang yang mau menepati
janji. kebanyakan dari kita mengatakan kalau peraturan dibuat untuk dilanggar.
Seperti halnya sebuah janji, dibuat untuk tidak ditepati. Pandangan dan pikiran
seperti inilah yang membedakan kehidupan pada zaman dahulu denagn zaman
teknologi ini. Walaupun masyarakatnya masih tradisional namun watak dan
perilakunya sangat luhur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar